SETELAH pidato berapi-api Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di PBB, Rusia melancarkan serangan rudal terbesarnya ke Ukraina, Kamis (21/9).
SETELAH pidato berapi-api Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di markas PBB, Rusia melancarkan serangan rudal terbesarnya ke Ukraina, Kamis .Serangan juga dilakukan saat Presiden Zelensky dijadwalkan mengunjungi Gedung Putih untuk bertemu dengan Presiden Joe Biden. Pemeritnahan Biden berupaya menggalang dukungan di Kongres untuk tambahan dana sebesar US$24 miliar atau sekitar Rp368,9 triliun.
Menurut Gedung Putih, kunjungan Zelensky terjadi pada saat yang “kritis”, ketika Ukraina berjuang untuk menerobos garis depan Rusia dalam serangan balasan yang dilakukan di selatan dan timur, sebelum awal musim dingin membuat pertempuran terhenti.Beberapa jam setelah Zelensky menyebut invasi Moskow sebagai ‘penjahat’ dalam pidatonya di Sidang Majelis Umum PBB, Rusia menyerang setidaknya lima kota dengan rudal.
Militer Ukraina mengatakan pihaknya mencegat 36 dari 43 rudal yang ditembakkan Rusia. Ukraina telah lama menyatakan bahwa mereka tidak dapat memenangkan perang tanpa menargetkan Krimea – yang merupakan pusat logistik penting bagi operasi militer Rusia di Ukraina selatan.Kemajuan dalam serangan balasan Ukraina sejauh ini sangat melelahkan, dan Zelensky dengan tegas mengatakan bahwa Amerika Serikat, donor militer terbesarnya, tidak boleh menghentikan atau memperlambat bantuan.
Dalam pidatonya, Zelensky mengatakan seluruh dunia mempunyai kepentingan dalam membantu Ukraina mengalahkan Rusia, dan ia menyampaikan permohonannya untuk lebih banyak sekutu dan bantuan sebagai masalah keamanan – bahkan kelangsungan hidup – bagi banyak negara lain.Pada saat Lavrov menyampaikan pidatonya, Zelensky telah meninggalkan majelis. Dalam pidatonya Lavrov membenarkan invasi Rusia dan mempertahankan hak veto dari negaranya.
Tak berapa lama, Kementerian Luar Negeri Polandia memanggil Duta Besar Ukraina atas komentar Zelensky sebelumnya di Majelis Umum PBB yang menyatakan bahwa beberapa sekutu mempermainkan Rusia dengan mempolitisasi perselisihan tersebut.